Beranda | Artikel
Bayar Kaffarah Bolehkah Dicicil?
Senin, 28 Oktober 2019

Bayar Kaffarah Bolehkah Dicicil?

Pertanyaan:

Assalaamu’alaikum ustadz.. mohon maaf, boleh saya berkonsultasi?

Saya dan istri melakukan perkara dosa di bulan Ramadhan yaitu disiang hari Ramadhan.

Saat itu sebenarnya saya hanya mau bercumbu saja (tidak berhubungan badan) dan menyebabkan istri saya orgasme. Karena hal tersebut saya tergoda untuk berbuat lebih jauh. Sehingga kebablasan dan akhirnya berujung berhubungan badan.

Bagaimana solusinya ustadz? Apakah kami berdua harus membayar kaffarat? Apakah membayarnya harus dibulan Ramadhan? Harus sekaligus dibayar ataukah bisa diangsur? Syukran ustadz.

Dari Fulan

Jawaban:

Bismillah, Alhamdulillah wasshalaatu wassalaamu ‘alaa Rasuulillaah. Amma ba’du;

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang agung. Satu bulan yang Allah khususkan bagi hambaNya untuk menunaikan salah satu rukun islam. Maka wajib bagi kita untuk menjaga kesucian bulan ini dengan mengagungkan perintahNya serta laranganNya.

Diantara hal terlarang bagi orang yang berpuasa ialah berhubungan badan disiang hari. Berhubungan badan disiang hari bulan Ramadhan dengan sengaja tanpa udzur merupakan dosa besar dan termasuk pembatal puasa serta mewajibkan kaffarah. Akan tetapi Seseorang yang terjatuh didalamnya tetap wajib menahan diri dari makan minum hingga waktu berbuka. Hal tersebut karena kehormatan bulan suci Ramadhan.

Bagaimana solusinya?

Pertama; Hendaknya memperbanyak istighfar dan bertaubat kepada Alloh Yang Maha Pengampun -Semoga Alloh mengampuni dosa-dosa kita-.

Kedua; Bersegera mengqadha’ (mengganti) puasa tersebut dan membayar kaffarah.

Adapun kaffarahnya yaitu; (1) Membebaskan budak, jika tidak mampu (2) Berpuasa dua bulan berturut-turut, dan apabila tidak mampu maka (3) Memberi makan 60 orang miskin. Setiap satu orang satu mud dari makanan pokok. Yang Kurang lebih setara 750 gram.

Hal ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:

بينما نحن جلوس عند النبي صلى الله عليه وسلم، إذ جاءه رجل فقال: يا رسول الله هلكت. قال: «ما لك؟» قال: وقعت على امرأتي وأنا صائم، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «هل تجد رقبة تعتقها؟» قال: لا، قال: «فهل تستطيع أن تصوم شهرين متتابعين»، قال: لا، فقال: «فهل تجد إطعام ستين مسكينا». قال: لا، قال: فمكث النبي صلى الله عليه وسلم، فبينا نحن على ذلك أتي النبي صلى الله عليه وسلم بعرق فيها تمر – والعرق المكتل – قال: «أين السائل؟» فقال: أنا، قال: «خذها، فتصدق به» فقال الرجل: أعلى أفقر مني يا رسول الله؟ فوالله ما بين لابتيها أهل بيت أفقر من أهل بيتي، فضحك النبي صلى الله عليه وسلم حتى بدت أنيابه، ثم قال: «أطعمه أهلك».

Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Nabi ﷺ datanglah seorang laki-laki lalu berkata; “Wahai Rasulullah, celaka aku.” Beliau ﷺ bertanya: “Apa yang terjadi padamu?” Dia pun berkata: “Aku menggauli istriku dan aku sedang berpuasa.” Lalu Rasulullah ﷺ berkata: “Apakah kamu mendapati budak untuk kamu merdekakan?” Dia menjawab: “Tidak.” Beliau ﷺ bertanya: “Lalu mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Dia menjawab: “Tidak.” Beliau ﷺ kembali bertanya: “Apakah kamu mampu memberi makan enam puluh orang miskin?” Dia pun menjawab: “Tidak.” Abu Hurairah berkata: “Rasulullah ﷺ pun diam sejenak. Kemudian ketika kami dalam keadaan itu Nabi ﷺ diberi satu ‘Irq yang berisi kurma –’Irq adalah sebuah takaran-. Rasulullah ﷺ berkata: “Mana Orang yang bertanya tadi?” Laki-laki itu menjawab: “Saya.” Rasulullah ﷺ berkata: “Ambilah ini, bersedekahlah dengannya!” Lalu laki-laki itu berkata: “Apakah kepada orang yang lebih fakir dariku wahai Rasulullah? Demi Allah tidaklah ada diantara dua gurun batu yang terjal ini (kota Madinah) sebuah keluarga yang lebih fakir dari keluargaku.” Nabi ﷺ pun tertawa hingga terlihat gigi taring beliau, kemudian berkata: “Berilah makan keluargamu dengannya.” (HR. Bukhari:1936 dan Muslim: 1111)

Hadits ini menunjukkan bahwa jenis kaffarah bukanlah opsional, melainkan berurutan sesuai kemampuan. Seorang yang mampu membebaskan budak tidak boleh berpuasa. Apabila mampu berpuasa tidak boleh memberi makan orang miskin. Dan perkara mampu atau tidak adalah antara dia dengan Allah, maka hendaknya seseorang jujur kepada Allah Azza wa jalla.

Tidak disyaratkan memulai puasa kaffarah diawal bulan. Syaratnya adalah berturut-turut tanpa putus. Apabila terputus tanpa udzur syar’i maka harus mengulangnya dari awal. Diantara udzur yang tidak memutus puasa tersebut seperti; datangnya hari ied atau hari tasyrik, safar, sakit yang membolehkan berbuka atau haid dan nifas bagi perempuan.

Apakah Kaffarah Wajib bagi Suami dan Istri?

Dalam hadits diatas sudah jelas bahwa suami wajib membayar kaffarah. Lalu bagaimana dengan istri?

Apabila seorang istri membiarkan suami melakukannya maka kaffarah wajib atasnya sebagaimana wajib atas suaminya. Sebuah hukum untuk laki-laki secara umum adalah hukum untuk perempuan kecuali apabila ada dalil yang menerangkan perbedaannya. Ketika seorang wanita telah membatalkan puasa Ramadhan dengan berhubungan badan maka wajib atasnya kaffarah sebagaimana laki-laki..

Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari kalangan Malikiyah, Hanafiyah, Hanabilah dan sebagian dari Syafi’iyah. Dan ini yang dikuatkan oleh syaikh Utsaimin, syaikh Bin Baz serta yang di fatwakan oleh lajnah Daimah (komisi fatwa kerajaan Arab Saudi).

Adapun sekiranya istri digauli dalam keadaan tidur -tidak sadar-, atau tidak mengetahui haramnya berhubungan badan disiang hari atau dipaksa yang disertai tekanan, pukulan atau diikat sehingga dia tidak bisa mencegah atau menghindar maka tidak terbebani apapun. (Lihat: Majmu’ fatawa Ibnu Utsaimin 19/336-339)

Apakah Membayar Kaffarah Harus di Bulan Ramadhan?

Waktu untuk membayar kaffarah ini tidak terbatas pada bulan Ramadhan. Hanya saja karena kaffarah ini wajib dengan sebab yang disengaja –yaitu seseorang sengaja melakukan hubungan badan disiang hari- maka pembayarannya wajib segera.

Imam Zarkasyi (794 H) berkata:

هل تجب على الفور؟ إن لم يتعد بسببه فعلى التراخي وإلا فعلى الفور.

Apakah (kaffarah) wajib dibayar dengan segera? Apabila tidak sengaja melakukan sebabnya maka waktunya longgar dan jika dengan sengaja maka harus segera. (Al-Mantsur: 3/103)

Akan tetapi Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan bolehnya memilih waktu untuk berpuasa ketika cuaca tidak panas seperti pada musim dingin. Hanya saja hendaknya tidak menundanya hingga datang Ramadhan berikutnya. (Lihat: Majmu’ fatawa Ibnu Utsaimin 19/336)

Bolehkah Kaffarah Diangsur?

Berdasarkan keterangan diatas maka kita ketahui bahwa puasa dua bulan berturut-turut tidak mungkin diangsur.

Adapun apabila seseorang tidak mampu puasa maka boleh baginya memberi makan 60 orang miskin sekaligus atau dengan cara diangsur sesuai kemampuan. Hanya saja harus kepada 60 orang yang berbeda-beda. (lihat: Al-Mughni 8/32 dan Fatwa Lajnah Daimah 2: 9/222)

Demikian, Segala puji bagi Allah yang telah memberikan bagi hambaNya jalan penebus kesalahan dan dosa. Akan tetapi hendaknya seorang mukmin selalu berhati-hati dan menjahui sebab yang dapat mengantarkannya kepada keharaman.

Wallahu ta’ala a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Idwan Cahyana, Lc.


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/35866-bayar-kaffarah-bolehkah-dicicil.html